Senin, 12 September 2011

INFO.PLN ANDA

JENIS-JENIS BELAJAR
  • Belajar arti kata-kata
Mengerti kata-kata merupakan dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan jika tidak mengerti arti kata-kata. Karena ide-ide yang ada dalam suatu kata atau kalimat hanya dapat dipahami dengan mengerti arti setiap kata.
  • Belajar Kognitif
Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Kegiatan mental berproses ketika memberikan tanggapan terhadap obyek-obyek yang diamati. Obyek-obyek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa “pengalaman” kepada temannya. Ketika dia bercerita, dia tidak dapat menghadirkan obyek-obyek yang pernah dilihatnya kepada temannya itu, dia hanya dapat menggambarkan semua obyek itu dalam bentuk kata-kata.
  • Belajar menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
  • Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap obyek-obyek yang dihadapi, sehingga obyek ditempatkan dalam golongan tertentu. Misalnya pada bunga mawar, kenanga, angrek, dan melati ditemukan sejumlah ciri yang terdapat pada semua bunga-bunga konkret itu, yaitu “mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik, dan berbenang sari”. Sejumlah ciri itu ditangkap dalam pengertian “bunga” yang kemudian dilambangkan dengan kata “bunga”. Jadi, konsep bunga itu dalam pengertian mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik, dan berbenang sari.
Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar pengertian ini adalah adanya skema konseptual. Skema konseptual adalah suatu keseluruhan kognitif, yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu pengertian.
  • Belajar Kaidah
Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu representasi (gambaran) mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Orang yang mempelajari kaidah mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, “besi dipanaskan memuai”, hal ini karena ia telah menguasai konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan” dan “memuai”, dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu, maka dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”.
Selama belajar di sekolah atau diperguruan tinggi seseorang akan menemukan kaidah-kaidah, misalnya : setiap makhluk yang bernyawa pasti mat, belajar adalah berubah, udara yang lembab mengakibatkan besi berkarat, air yang dimasukkan dalam ruang bersuhu nol derajad akan membeku, perkembangan anak dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan.
  • Belajar berpikir
Berpikir adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan. Masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.  Belajar berpikir sangat diperlukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi.
Macam taraf berfikir yaitu : taraf berpikir pengetahuan (belajar reseptif/menerima), komprehensif Berpikir dalam konsep belajar pengertian), aplikasi (berpikir menerapkan), analisis dan sistesis (berpikir menguraikan dan menggabungkan), evaluasi (berpikir kreatif atau memecahkan masalah).
  • Belajar Keterampilan motorik (motor skill)
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
  • Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta, seperti ritme, tema dan komposisi, relasi-relasi, seperti hubungan antara bentuk dan isi, struktur-struktur, sistematika warna dan aliran-aliran dalam seni lukis dan karya seni lain
 Disaat Daku Tua... 
Disaat daku tua, bukan lagi diriku yang dulu
Maklumilah diriku, bersabarlah dalam menghadapiku

Disaat daku menumpahkan kuah sayuran di bajuku,
Disaat daku tidak lagi mengingat cara mengikatkan tali sepatu,
Ingatlah saat-saat bagaimana daku mengajarimu, membimbingmu untuk melakukannya.

Disaat daku dengan pikunnya mengulang terus menerus ucapan yang membosankan mu,
Bersabarlah mendengarkanku, jangan memotong ucapanku,
Dimasa kecilmu, daku harus mengulang dan mengulang terus sebuah cerita yang telah saya ceritakan ribuan kali, hingga dirimu terbuai dalam mimpi.

Disaat daku membutuhkanmu untuk memandikanku,
Janganlah menyalahkanku. Ingatkah dimasa kecilmu, bagaƬmana daku dengan berbagai cara membujukmu untuk mandi?

Disaat daku kebingungan menghadapi hal-hal baru dan teknologi modern,
Janganlah menertawaiku!
Renungkanlah bagaimana daku dengan sabarnya menjawab setiap 'mengapa' yang engkau ajukan disaat itu.

Disaat kedua kakiku terlalu lemah untuk berjalan,
Ulurkanlah tanganmu yang muda dan kuat untuk memapahku.
Bagaikan dimasa kecilmu daku menuntunmu melangkahkan kaki untuk belajar berjalan.

Disaat daku melupakan topik pembicaraan kita,
Berilah sedikit waktu padaku untuk mengingatnya.
Sebenarnya, topik pembicaraan bukanlah hal yang penting bagiku, asalkan engkau berada di sisiku untuk mendengarkanku, daku telah bahagia.

Disaat engkau melihat diriku menua,
Janganlah bersedih!
Maklumilah diriku, dukunglah daku, bagaikan daku terhadapmu disaat engkau mulai belajar tentang kehidupan.

Dulu daku menuntunmu menapaki jalan kehidupan ini,
Kini temanilah daku hingga akhir jalan hidupku.
Berilah daku cinta kasih dan kesabaranmu.
Daku akan menerimanya dengan senyuman penuh syukur.
Di dalam senyumku ini, tertanam kasihku yang tak terhingga padamu.

------------------------------------------
Walaupun seseorang telah melakukan beribu-ribu kebajikan, tetapi tidak melakukan bhakti kepada Ibu dan Ayah, kebajikannya hanyalah sia-sia belaka.

Mari Kita Bangkitkan Bhakti Terhadap Orang Tua

Senin, 24 Januari 2011

KEMATANGAN BERAGAMA PADA ANAK DAN REMAJA




Usia anak-anak dan remaja adalah masa dimana segala sesuatu dengan mudah dibentuk dan akan sangat menentukan bagaimana selanjutnya dimasa yang akan datang. Hal itulah yang mendasari betapa pentingnya penelaahan dan penelitian dilakukan sehingga kita tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal dalam membentuk karakter anak yang tentunya akan menjadi penerus kita menjadi khalifah di muka bumi ini kelak. Menjadi khalifah atau pemimpin itu adalah sebuah tanggung jawab besar yang akan dimintai pertanggungjawabanya kelak, sehingga kita perlu membekali dengan segala persiapan sedini mungkin terhadap anak yang notabenenya akan menjadi penerus kita kelak.

Dapat dikatakan bahwa sikap atau kepribadian seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilalui pada masa kanak-kanak. Seseorang yang pada masa kecilnya mendapatkan pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan terhadap hal-hal yang religius, santun dan ringan tangan (suka membantu) terhadap sesama, empatik terhadap kesusahan dan segala masalah persoalan sosial di lingkungan sekitarnya, maka setelah dewasa nanti akan merasakan pentingnya nilai-nilai agama didalam hidupnya (religius) dan kepribadian (private).

Pendidikan agama haruslah ditanam sejak dini. Karena pendidikan agama sangat penting untuk tumbuh kembang jiwa anak maupun remaja. Dengan agama yang berlandaskan akidah dan akhlaq dapat mengarahkan perilaku anak maupun remaja ke perilaku yang baik. Dengan pendidikan agama tentunya diharapkan adanya implikasi dari rasa agama anak dan remaja yang baik juga.








A.     Perkembangan Jiwa Beragama
Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
  1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.
  2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
  3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)
  4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda.
  5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:
  1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
  2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
  3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
  4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun.
  5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun.
  6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun
  7. Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21 tahun.
  8. Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun.
  9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
  10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
B.     Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Anak-anak
1.     Agama Pada Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
1. 0 – 2 tahun (masa vital)
2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh.

Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.

2.     Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang ,masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
  1. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
  2. Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
  3. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
 Berkaitan dengan masalah ini, imam bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu:
a. Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya,
b. Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.
c. Fase kanak- kanak
Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.
d. Masa anak sekolah
Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.

3. Sifat agama pada anak
Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi 6 (enam) bagian:
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting

C.     Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja
1. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja
Dalam peta psikologi remaja terdapat tiga bagian:
a.      Fase Pueral; Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak- anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.
b.     Fase Negative; Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu- ragu, murung, suka melamun dan sebagainya.
c.      Fase Pubertas; Masa ini yang dinamakan dengan Masa Adolesen
Dalam pembahasan ini , Luella Cole sebagaimana disitir kembali oleh Hanna Jumhanna Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian:
  1. Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki)
  2. Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki)
  3. Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki)
  4. Late Adolescence : 18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki).


2. Perasaan Beragama Pada Remaja
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat- sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama sekali.
Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.


3. Motivasi Beragama Pada Remaja
Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
  1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
  2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
  3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
  4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan. 
  

4. Sikap Remaja Dalam Beragama
Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:
1. Percaya ikut- kutan
Percaya ikut- ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
2. Percaya dengan kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah- masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagaio suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:
a.   Dalam bentuk positif; Semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
b.  Dalam bentuk negatif; Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.
3. Percaya, tetapi agak ragu- ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a.   Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
b.  Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
4. Tidak percaya atau cenderung ateis
Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.


5. Faktor- Faktor Keberagamaan
Robert H. Thouless mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:
·      Pengaruh- pengaruh sosial
·      Berbagai pengalaman
·      Kebutuhan
·      Proses pemikiran
Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
          Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.
Faktor terakhir adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi mereka yang mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan mengkritik guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran- ajaran agama islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan pertanyaan- pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga tidak menafikkan faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, Mertiana Bandung

Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004

Drs. Psy H.A. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, pnerbit Martiana Bandung,

Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius, hal 9

Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004

Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta





Penyebab Perilaku Remaja yang Tiba-tiba Berubah


Penyebab Perilaku Remaja yang Tiba-tiba Berubah

Memiliki anak remaja memang gampang-gampang susah. Remaja yang biasanya ceria, akrab dengan keluarga tiba-tiba mengucilkan diri. Kebanyakan orangtua berprasangka anaknya terjerat narkoba jika perilakunya berubah.

Tapi ada faktor lain yang bisa membuat perilaku remaja tiba-tiba berubah menjadi tertutup dan mengasingkan diri dari keluarga.

Masa remaja adalah periode transisi dari anak-anak ke dewasa. Remaja mulai banyak terpengaruh faktor lingkungan dan sudah memiliki sosok yang dimaunya seperti penyanyi top, politisi, tokoh agama dan lainnya.

Usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan dalam aspek kognitif, emosi dan sosial. Namun proses pematangan fisik pada remaja terjadi lebih cepat dari proses pematangan psikologinya.

Hal ini sering menyebabkan berbagai masalah. Di satu sisi remaja sudah merasa matang secara fisik dan ingin bebas dan mandiri. Di sisi lain mereka tetap membutuhkan bantuan, dukungan, serta perlindungan orang tua.

Orang tua sering tidak paham dengan perubahan yang terjadi pada remaja sehingga tidak jarang terjadi konflik di antara keduanya. Karena merasa tidak dimengerti remaja seringkali memperlihatkan tindakan agresif yang dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi.

Seperti dikutip dari helpguide dan physorg, Selasa (27/10/2009), perilaku-perilaku menyimpang pada remaja disebabkan antara lain:

Penggunaan narkoba
Remaja yang menggunakan narkoba bukan berarti memiliki moral yang lemah. Banyaknya zat candu yang terdapat pada narkoba membuat remaja sulit melepaskan diri dari jerat narkoba jika tidak dibantu orang-orang sekelilingnya.

Zat kokain dan methamphetamine yang terdapat dalam narkoba akan memunculkan energi dan semangat dalam waktu cepat. Sedangkan heroin, benzodiazepines dan oxycontin membuat perasaan tenang dan rileks dalam otak. Ketika otak sudah tidak menerima lagi asupan zat-zat tersebut, maka akan timbul rasa sakit dan itulah yang membuat seseorang kecanduan.

Mengonsumsi alkohol
Alkohol merupakan substansi utama yang paling banyak digunakan remaja dan sering berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang merupakan penyebab utama kematian remaja. Menurut Clinical and Experimental Research, remaja yang mengonsumsi alkohol, daya ingatnya akan berkurang hingga 10 persen.

Substance Abuse and Mental Health Services Administration juga mengatakan bahwa 31 persen remaja yang minum alkohol mengaku stres dan memiliki Attention-Deficit Disorder (ADD) karena jarang diperhatikan oleh orang tua.

Hubungan Seksual Pra Nikah
Beberapa faktor yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah membaca buku porno dan menonton blue film. Adapun motivasi utama melakukan senggama adalah suka sama suka, pengaruh teman, kebutuhan biologis dan merasa kurang taat pada nilai agama.

Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Ohio University menyebutkan bahwa remaja yang melakukan hubungan seks di usia dini cenderung menjadi pribadi yang meresahkan masyarakat, yaitu menjadi seorang pemalak.

Aborsi
Saat ini tiap hari ada 100 remaja yang melakukan aborsi karena kehamilan di luar nikah. Jika dihitung per tahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya. Ini menunjukkan pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Survei Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja.

Menurut National Abortion Federation, sebanyak 4 dari 5 wanita di Amerika telah melakukan hubungan seks sebelum usia 20 tahun, dan sebanyak 70 persennya adalah remaja. Karena mental yang belum siap, mereka pun melakukan aborsi. Pengetahuan seks yang kurang menjadi salah satu pemicunya.

Kecanduan Game
Terlalu sering bermain game akan membahayakan fisik dan psikologisnya. Seperti dikutip dari PsychiatricTime, alasan anak-anak bermain game adalah ingin mencoba sesuatu yang baru dan untuk menghilangkan stres akibat tugas sekolah atau karena suatu masalah.

Seorang anak boleh saja bermain game, asalkan waktunya dibatasi dan hal yang terpenting adalah pemilihan game yang tepat untuk anak-anak.

Perubahan ideologi
Masa remaja sering dikaitkan dengan masa mencari jati diri. Akibatnya mereka mudah dimasuki ideologi-ideologi dari luar dan jika ideologi itu terus dipupuk akan menyebabkan sifat idealis di kemudian hari. Sifat idealis yang terus berkembang bisa menyebabkan perbedaan pandangan dengan keluarga, dan akhirnya remaja memilih melepas keluarga dan melanjutkan ideologinya.

Seperti contoh baru-baru ini, tersangka teroris Hotel Marriot dan Ritz Carlton Juli 2009 adalah remaja lulusan SMA yang mau melakukan aksi tersebut karena telah didoktrin jalan tersebut adalah jihad.

Remaja gampang disusupi hal-hal negatif di atas karena jiwanya masih labil. Orangtua harus tanggap terhadap perilaku anak yang berubah agar jika sudah ada gejala-gejala yang aneh bisa segera diselamatkan sejak awal. Komunikasi yang bagus menjadi kunci anak mau berterus terang kepada orangtuanya serta pengajaran akhlak.

Penelitian Membentuk Karakter Anak